Home » » Barca Tak Kuasa Melawan "Kutukan"

Barca Tak Kuasa Melawan "Kutukan"


Barcelona Vs Chelsea (REUTERS/Stefan Wermuth)
Barcelona tak kuasa melawan kutukan Liga Champions. Tiki-taka, penguasaan bola, banyak peluang dan bermain cantik, seakan tidak berguna ketika Barcelona disingkirkan Chelsea di semifinal Liga Champions.

Unggul jumlah pemain dan unggul 2-1 di babak pertama, Barcelona sepertinya akan melangkah ke final Liga Champions untuk kali ketiga dalam empat tahun terakhir. Namun, takdir berkata lain. Babak kedua di Camp Nou menjadi anti-klimaks bagi Azulgrana.

Dua kali tendangan Lionel Messi membentur mistar gawang, salah satunya adalah penalti yang gagal dikonversi menjadi gol Pemain Terbaik Dunia 2010 dan 2011 pada menit ke-49. Penguasaan bola hingga 83 persen dan 23 tendangan ke gawang menjadi sia-sia bagi Barcelona.

Justru Chelsea yang mampu mencetak gol pembunuh saat injury time babak kedua melalui Fernando Torres. Barcelona pun harus tersingkir di semifinal setelah kalah dengan agregat 2-3 dari Chelsea.

"Terkadang sepakbola tidak adil. Tapi, jika ada suatu cara Anda ingin kalah, yang tepat adalah seperti ini, karena kami bersikap jujur dengan gaya bermain kami," ujar gelandang Barcelona, Cesc Fabregas, seperti dikutip dari situs resmi UEFA.

Jika dilihat dari statistik pertandingan dan permainan yang diperlihatkan Barcelona, Fabregas pantas mengatakan Blaugrana tidak mendapat hasil yang adil. Namun sekali lagi, sepakbola bukan masalah statistik. Tim yang bermain indah dan memiliki penguasaan bola lebih baik, belum tentu menjadi pemenang.

Dijegal Dua Kutukan


Setidaknya ada dua kutukan yang gagal ditaklukkan Barcelona dan Lionel Messi saat leg kedua semifinal melawan Chelsea. Bagi Barcelona, klub yang berdiri pada 29 November 1899 tersebut gagal menjadi tim pertama yang mempertahankan gelar Liga Champions.

Belum pernah ada tim yang mampu mempertahankan gelar Liga Champions sejak turnamen ini diperkenalkan pada 1993. Tim terakhir yang mampu melakukannya adalah AC Milan (1989 dan 1990) saat masih bernama Piala Champions.

Kutukan kedua harus dirasakan Messi. Striker internasional Argetina itu selalu gagal membobol gawang Chelsea dari delapan pertemuan di Liga Champions. Messi pun hanya bisa menutup mukanya wajahnya dengan seragamnya.

Pantas kiranya Messi menjadi pemain Barcelona yang paling kecewa dengan kegagalan di semifinal. Pasalnya, selain gagal mengkonversi penalti, Messi juga sadar dirinya menjadi tumpuan tim ketika Barcelona frustrasi menembus pertahanan bertumpuk Chelsea.

Namun, meski mengkonversi penalti menjadi gol, pelatih Barcelona Josep Guardiola enggan menyalahkan Messi. Guardiola menilai Messi tetap menjadi bintang Blaugrana.

"Saya hanya berterima-kasih padanya atas segalanya yang telah dia (Messi) lakukan. Kekaguman saya padanya tak bisa dilukiskan, karena dia kami bisa berada di sini," tegas Guardiola.

Kepandaian Di Matteo


Ketika Terry mendapat kartu merah karena melanggar Alexis Sanchez menggunakan dengkul dari belakang, banyak orang pasti berpikir lini pertahanan Chelsea akan keropos. Terlebih Gary Cahill sudah meninggalkan lapangan lebih dulu di awal babak pertama karena cedera hamstring.

Bersama duet Terry-Cahill, Chelsea tidak pernah kebobolan di lima pertandingan terakhir. Bersama keduanya di jantung pertahanan, The Blues juga tidak pernah menelan kekalahan di delapan pertandingan terakhir.

Namun, tidak percuma Di Matteo terlahir sebagai pemain Italia. Darah Catenaccio pun mengalir di nadinya. Insting bertahan langsung dikeluarkan pelatih 41 tahun tersebut ketika Terry diusir wasit.

Langkah pertama yang dilakukan Di Matteo adalah memanggil Jose Bosingwa yang menggantikan Cahill di awal babak pertama. Bosingwa kemudian diperintahkan Di Matteo untuk menemani Branislav Ivanovic di jantung pertahanan. Ramires pun ditarik menjadi bek kanan.

Di awal perubahan sistem tersebut, para pemain Chelsea sempat kebingungan hingga lahirnya gol yang dicetak Andres Iniesta. Tapi, setelah itu Barcelona dibuat frustrasi dengan strategi bertahan yang diterapkan Chelsea.

Di babak kedua pertahanan grendel yang diperlihatkan Chelsea semakin menjadi-jadi. Bahkan Didier Drogba lebih banyak berperan sebagai bek kiri membantu Ashley Cole sebelum akhirnya diganti Fernando Torres.

Strategi yang diterapkan Di Matteo dalam dua leg semifinal melawan Barcelona memang dianggap pragmatis dan membosankan, namun pelatih yang menggantikan Andre Villas-Boas pada Maret 2012 lalu tersebut sukses membawa Chelsea melangkah ke final Liga Champions.

"Cara kami bermain dan bertahan, kami menunjukkan keinginan besar mencapai final. Kami juga mendapatkan sedikit keberuntungan. Untuk memenangkan trofi, Anda membutuhkan itu semua," tegas Di Matteo usai pertandingan.

Tanpa Empat Pilar


Sayang, Chelsea harus tampil di final yang berlangsung di Allianz Arena, Jerman, 19 Mei 2012, tanpa empat pemain intinya. Selain Terry yang mendapat kartu merah, Chelsea juga tidak akan diperkuat Ramires, Raul Meireles dan Branislav Ivanovic karena akumulasi kartu kuning.

Menanggapi absennya empat pemain tersebut, Di Matteo belum mau memikirkannya. Mantan pelatih West Bromwich Albion hanya mengatakan, "Kami semua manusia biasa, dan semua orang bisa melakukan kesalahan."
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Artikel Kini - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger